Selasa, 19 Februari 2008

P.S I Love You


Gue baru aja pulang nonton film “P.S I Love You” di Anggrek XXI. Dan gue rasa gue masih terhanyut dengan ceritanya. It’s just sooo beautiful! I cried 4 (or maybe 5? Can’t tell..) times when i watched this movie.

Gue gak akan ngebocorin jalan ceritanya dalam posting ini, ‘cause it will ruin all the surprises. Tapi yang jelas ini salah satu film yang bisa sangat mempengaruhi emosi gue. Setelah nonton film ini, gue jadi berpikir, maybe it’s okay to fight all the time with the one you love. Maybe it doesn’t always mean that you and him are not meant to be. Maybe sometimes it shows how you feel about each other.Maybe it even can make you get closer to each other, to know each other better.

Film ini terasa ‘dalem’ banget bagi gue karena hampir merefleksikan hubungan yang gue jalin sekarang (except the dying part,of course). All I want to say is that I, too, often argue with my boyfriend, sometimes we said cruel things too. But, after that, we ALWAYS hugged each other so close, said i’m sorry with tears in the eye, said I love you hundred times, and kissed too.


Kadang-kadang disaat-saat gue sendirian (seringnya sih saat gue mau tidur), gue suka berpikir sendiri dan bertanya ama diri gue sendiri. Kira-kira seperti apa hidup gue kalo tiba-tiba cowok gue, emm, hate to say this, meninggal? Dan biasanya pertanyaan gue ini dijawab dengan isak tangis gue sendiri yang entah muncul dari mana. Gue tahu gue seperti orang bodoh bertingkah seperti itu, but that’s how i feel. Gue gak bisa menyangkal kalo Zudy udah menjadi bagian terpenting dari hidup gue, bagian dari diri gue..

We grew up together.

We share everything in this 5 years. You name it, we had it all.

Gue gak bisa dan gak mau ngebayangin bagaimana hidup gue tanpa dia nantinya. Gue begitu terbiasa dengan semua hal tentangnya. His hug, his kiss, his smile, his laugh, EVERYTHING about him. Yang ingin gue tau adalah, kalo hal kejam itu bener-bener terjadi, how do I live my life?

Duh, kayaknya udah saatnya gue mengompres kepala gue dengan air dingin. Gue udah mulai terlalu ‘terbawa’ dengan film tadi. You HAVE to watch this movie!!! That’s the best advice i could give this time.

God, I MISS him..


(lg nunggu mw nonton film P.S I Love You di TA)

”It’s always something in the way, it’s always something getting through

Well it’s not me, it’s you..

Sometimes ignorance rings through, I hope it’s not what i know

It’s not in me, it’s in you..

It’s all I know..

And I find peace when I confuse, I find hope when I let down

But not in me, it’s in you..

It’s all I know in you..”

Switchfoot - You

Switchfoot- You.mp...

in memoriam


Waktu gue kelas 1 SMU, gue punya sahabat bernama Pinne Piliang. She’s a simple kind of girl. Humble. Smart. And all that. Simpelnya, dia itu orangnya lurus-lurus aja. Gue akui (dan gue gak sering mengakui ini) kalo gue kadang merasa iri dengan kelebihannya, walaupun dalam lubuk hati gue, gue tau kalo gue juga punya kelebihan-kelebihan yang dia gak punya. But sometimes this feeling just come without permission.

Mungkin gue Cuma iri dengan sifat terbukanya yang menenangkan. Dia orang sangat, sangat ramah. Kebalikan dengan diri gue yang agak tertutup dengan orang-orang baru, yang akhirnya menampilkan sosok gue sebagai ‘orang sombong’. I didn’t mean to, gue hanya bukan orang yang punya cukup rasa percaya diri untuk langsung haha-hihi ama orang yang baru gue kenal. You met me, i’ll smile to you. Udah. Pathetic,huh?

Kembali ke Pinne, salah satu alasan yang mungkin bikin gue kadang menganggap dia sebagai ‘saingan’ gue sebenarnya sangat kekanakan. Cowok gue, yang dulu juga sekelas ama gue, pernah bilang ke gue gini,”Sayang, kalo kamu dulu nolak aku, mungkin orang yang paling mungkin aku pacarin itu Pinne.”

Singkatnya, Pinne dan gue adalah tipe cowok gue. Ugh. Yah, gue tau itu bukan salah Pinne sama sekali, dan gue kadang benci ama diri gue sendiri. But,hey, I’m woman. I can’t stand when my boyfriend talks wonderful thing he adores about another girl. Even my own bestfriend.

Tapi bukannya gue jadi gak suka ama Pinne lohh. Gue sayang Pinne, tapi ada lah rasa ingin jadi ‘lebih’ menyala-nyala di hati gue. Dan gue gak pernah menyadari bahwa beberapa bulan kemudian gue akan amat sangat menyesali perasaan tersebut.

***

Akhir semester 1 kelas 1 SMU, tepatnya waktu classmeeting, Pinne sakit. Demam biasa katanya. Gue gak begitu inget dia gak masuk berapa hari, kalo gak salah sekitar 2 atau 3 harian gitu. Waktu dia akhirnya masuk sekolah, gue gak sempet maen dan ngobrol banyak ama dia, karena jujur aja saat itu perhatian gue sedang terfokus ama cowok gue. Karena cowok gue akan pindah ke Solo semester 2 itu juga. Gue hanya sempet ngobrol ama Wiwid (sahabat gue yang satu lagi), dan Wiwid bilang kalo tadi Pinne dijemput ama orangtuanya. Gara-garanya pas Pinne ngobrol-ngobrol ama Wiwid, Wiwid menemukan adanya benjolan di belakang telinga Pinne. Kanan dan kiri.

Siangnya Pinne ngirim SMS ke kami bertiga (gue, Wiwid, dan Vita) isinya ngasitau kalo dia ternyata lagi sakit radang kelenjar getah bening. Gue, yang saat itu sama sekali belum ngerti apa artinya ‘pembengkakan kelenjar getah bening’, sama sekali gak curiga. I thought it was just another disease that will disappear in 2 or 3 days, like flu. But i’m wrong. Very wrong.

Karena ternyata penyakit Pinne gak sembuh dalam 2-3 hari. Bahkan dalam 1 minggu. Saat akhirnya Pinne gak masuk sekolah juga setelah beberapa hari, gue dan temen-temen yang lain pun bolos sekolah buat ngejenguk dia. Saat ketemu dia di rumah, gue menemukan Pinne yang ceria seperti biasa, cantik seperti biasa, dan latah seperti biasa. Matanya berseri-seri karena bahagia nyambut kita semua. Dia Cuma pucat sedikit dan perutnya terlihat lebih gemuk. Cuma itu.

Kita bercanda, ngobrol, bahkan gue sempet tidur-tiduran di kamarnya sebentar. Bahkan dia sempet pesen ke cowok gue supaya jangan macem-macem selama jauh dari gue. Cowok gue Cuma tertawa. Lalu kitapun pamit pulang.

***

Di hari keberangkatan cowok gue ke Solo, gue sedih banget karena gue gak bisa ikutan nganter dia ke Bandara. Jadinya gue Cuma ngobol lewat telpon aja. Waktu lagi ngobrol-ngobrol gitu, tiba-tiba cowok gue bilang dia ngeliat Pinne. Cowok gue pun nyamperin Pinne, dan cowok gue ngasih telponnya ke Pinne supaya gue bisa ngomong ma Pinne. Saat itu yang gue rasakan adalah kesel. Kenapa? Simply karena gue lagi sedih banget mau ditinggalin cowok gue, jadi gue kesel ada yang ngeganggu kebersamaan gue (iya,iya gue tau gue selfish,childish,etc. Tapi itulah SAAT ITU yang gue rasain).

Dengan berat hati gue pun menyambut sapaan Pinne dan memaksakan suara ceria saat berbicara dengannya. Sampai sekarang gue masih merasa jijik ama diri gue sendiri tiap gue inget hal ini. How could I did that to my bestfriend?!

Gue nanya dia mau kemana, dia bilang dia mau ke Jakarta, berobat. Gue tanya, berapa lama? Dia bilang gak tau, mungkin sekitar sebulanan gitu. Gue heran, karena setau gue 3 hari lagi udah masuk sekolah lagi (saat itu libur semester). Saat gue menanyakan hal itu ke dia, dia juga mengeluh tapi apa boleh buat, kata dokter dia sebaiknya berobat ke Jakarta. Lalu kita ngobrol sebentar dan telpon pun dikembalikan ke cowok gue. Saat itu gue sama sekali gak menyadari bahwa itu adalah terakhir kalinya gue ngobrol ama Pinne. Terakhir kalinya gue mendengar tawanya yang renyah.

***

Dua minggu setelah keberangkatannya ke Jakarta, Pinne meninggal dunia. Ternyata penyakit yang dia derita bukan radang kelenjar getah bening, tapi leukimia akut. Gue menerima kabar itu lewat telpon. Tepatnya Icha-lah yang ngabarin gue sambil terisak-isak. Sampai saat itu, gak pernah gue menyadari betapa gue sayang ama Pinne. Betapa gue kehilangan. Betapa gue merasa sangat bersalah sempat merasa kesal dengannya. Betapa gue menyesal bahwa disaat terakhir gue bicara dengannya, gue gak ikhlas. Gue dikasih kesempatan buat bilang gue sayang dia, tapi gue gak bilang.

Gue terisak-isak semalaman. Gemetar menekan berapa puluh nomor telpon temen-temen gue yang lain buat ngabarin berita duka itu entah untuk keberapa kali. Gemetar menahan tangis saat ngangkat telpon dari temen-temen gue yang lain yang nanyain kebenaran berita itu. Gue gak percaya sahabat gue udah gak ada. Tadinya gue berharap ada suatu kesalahan. Pasti ada kekeliruan!

Bahkan saat berada di dalam mobil menuju ke rumah Pinne, gue masih merasa kalo kami gak akan menemukan apa-apa di rumahnya. Bahwa Pinne masih hidup. Gue membayangkan kami semua akan disambut wajah kebingungan orangtua Pinne yang akan mengklarifikasi bahwa berita itu gak benar, bahwa Pinne minggu depan bisa masuk sekolah lagi. Tapi bukan itu yang kami temukan. Yang kami temukan adalah tenda dan kursi-kursi yang udah tersusun rapi di depan rumah. Kami disambut rangkaian bunga bertuliskan ‘Turut Berduka Cita’. Dan tangis gue pun makin deras.

Itu adalah pertama kalinya gue kehilangan orang yang sangat dekat dengan gue. Gue pernah menghadiri pemakaman kakek dari ayah gue, tapi gue dan kakek gue gak pernah benar-benar dekat. Beliau hanya bagian dari masa kecil gue. Sehingga tangis gue saat itu lebih kepada rasa sedih gue karena ngeliat ayah gue nangis sedih. Gue nangis karena gue gak tega liat ayah gue nangis. Tapi sekarang beda. Sekarang gue nangis karena emang gue sangat merasa kehilangan Pinne.

Like a comet, blazing cross the evening sky

Gone too soon..

Like a rainbow, fading on a twinkling of an eye

Gone too soon..

Shiny and sparkly, and splendidly bright

Here one day, gone one night..

Gone too soon..

Michael Jackson – Gone Too Soon

Minggu, 17 Februari 2008

i forgive you

Gue lagi seneng banget dengerin lagunya Tamia yang The Way I Love You. Karena entah kenapa tiap kali gue denger lagu itu, gue selalu teringat cowok gue and i miss him instantly.Intinya gue sedang dalam suatu fase dalam hidup gue dimana gue sedang jatuh cinta ‘lagi’ dengan cowok gue. Ha? Kok bisa? Gue juga gak tahu.

Tamia - The way I ...

Gue sedang dalam masa ‘dangdut’ dimana setiap gue ngeliat sosok cowok gue, gue akan merasakan semburan (ehm) rasa sayang yang memenuhi hati gue (maaf kalo bahasa yang gue gunakan kali ini agak berat,hehe..). Dan tiap kali gue gak ketemu dia, gue ngerasa kangen berat plus timbul rasa takut yang gak wajar. I’m afraid of losing him. Di saat-saat kayak gini, gue biasanya selalu teringat mantan-mantan cowok gue (lho?). Yah, kadang-kadang gue masih bete aja kalo inget kisah masa lalu cowok gue. I even cried sometimes, especially when i’m in my PMS period. Tapi disaat akal sehat gue ‘jalan’, gue mikir,kenapa sih gue gak bisa ngelupain aja segala masa lalunya dia?. Why can’t I just let it go? Padahal gue tahu bahwa itu nyiksa dia. Karena gue sendiri tersiksa tiap kali dia mengungkit masa lalu gue.

Mungkin gue bukannya gak bisa ngelupain itu semua, gue rasa gue sebenernya gak mau. Mungkin gue gak mau gak punya senjata buat ngebales tiap dia ngungkit masa lalu gue. Mungkin gue nyimpen itu semua buat jadi pembelaan diri gue terhadap apa yang udah gue lakuin di masa lalu. But,baby, I’m sorry, okay? I really am sorry that i’ve hurted you so bad.

Can we just let it go?

Gue jadi teringet kata-kata dosen gue, dr.Danny Wiradharma. Beliau adalah salah satu dosen yang sangat gue segani dan kagumi sekaligus panutan gue. Beliau pernah bilang bahwa kita gak bisa dikatakan hidup kalo kita masih terikat dengan masa lalu, ataupun kalo kita terlalu memikirkan masa depan. Karena kita hidup di masa kini. Sekarang.

Gue sering merenungkan kata-kata itu. Sekarang pun masih. Dan gue memutuskan bahwa gue mau ‘hidup’. Hidup di masa kini. Dan hal pertama yang harus gue lakukan adalah maafin diri sendiri atas semua kesalahan masa lalu yang nyakitin orang yang gue sayang.

And to you, yeah you, the one that i love so much, i forgive you. I forgive your past, i forgive all of your memory with her, i forgive your relationship with her, i forgive your lies, i forgive it all. Now please live with me. Live with me now, live with me in everyday of your life. No her, no lies. Just live with ME.

“It’s unbelievable, but i believe you

It’s unforgivable, but I forgive you”

Kaci Brown - Unbelievable